Mokusaku, Nama Cairan Berwarna Cokelat Si Pengental Getah Karet Alami

  • Bagikan
MOKUSAKU : Triyatno mengolah sampah kayu, caranya dibakar dan mendestilasinya guna menghasilkan Mokusaku di Basecampnya, Komplek IC Prabumulih, Selasa. Foto : Ist/FAJARSUMSEL.COM

Produk Olahan Hasil Sampah Kayu Kering Multi Manfaat, Mitra Binaan PHRZ 4 Field Prabumulih

PRABUMULIH, FAJARSUMSEL.COM – Tahun ini, Anugerah Jurnalistik Pertamina (AJP) 2024, kembali digelar mengusung tema ‘Energizing Your Acceleration’.

Menjelang AJP 2024 ini, PT Pertamina (Persero) kembali mengelar briefing media khususnya bagi Teritori Sumbagsel di Hotel Ballroom Imperial Harper Palembang, Senin, 9 September 2024.

Tujuannya, tidak lain mengajak para awak ikut dalam AJP 2024 ini di Teritori Sumbagsel. Kegiatan ini, diikuti secara offline dan online para awak agar tahu tips dan trik mengikuti AJP 2024, dan bisa keluar menjadi pemenang.

Saya sempat menempuh perjalanan sekitar 100 KM lebih menggunakan mobil, guna mengikuti kegiatan briefing tersebut, guna mendapatkan ilmu dan pengetahuan agar bisa ikut AJP 2024 dan tentunya menang.

Di pertengahan acara, saya tertarik paparan program CSR PHRZ 4, mengenai Pakar Balam dipaparkan Staff Officer Comrel and CID, Erwin HP terkait produknya Mokusaku, kepanjangan Modal Kayu Sampah Berkurang.

Hal itu menarik minat saya, menjadikan tema ‘Mokusaku’ menjadi tema tulisan saya dalam mengikuti ajang AJP 2024. Apalagi, saya baru tahu ternyata ada pengental getah karet alami pengganti Cuka Parah, lebih aman dan banyak atau multi manfaatnya bagi dunia pertanian.

Proses Pengolahan Kayu Kering Menjadi Mokusaku

Akhirnya, seminggu kemudian setelah sampai di Prabumulih sebagai tempat tinggal saya, di tengah kesibukan sebagai jurnalis di Media Online FAJARSUMSEL.COM menyempatkan diri mencari materi tersebut berkordinasi bersama Staff Officer Comrel And CID, Erwin HP.

Lalu, diarah ke CDO Saddam Husien, guna berkomunikasi bersama Triyatno, Ketua Komunitas Prabu Magot memang mengolah sampah kayu kering menjadi Mokusaku. Saya diberikan Google Maps, sebagai penunjuk jalan atau panduan ke lokasi tempat pembuatan Mokusaku. Setelah beberapa kali, menghubungi Triyatno.

Selasa siang, 24 September 2024, menggunakan sepeda motor metik saya mengunjungi Basecamp Prabu Magot di Komplek Islamic Center (IC) di Jalan Lingkar Timur (Jalingtim) Kelurahan Muara Dua, Kecamatan Prabumulih Timur, Propinsi Sumatera Selatan (Sumsel) berjarak sekitar 2 KM dari rumah saya berada di depan Kantor Cabang Bank Sumsel Babel (BSB) di Jalan Sudirman Kelurahan Muara Dua, Kecamatan Prabumulih Timur. Tak butuh waktu lama, sekitar 15 menit saya sudah berada di lokasi tempat pengolahan Mokusaku. Di lahan sekitar seperempat hektar merupakan milik Pemkot Prabumulih, karena masih dalam satu Komplek IC.

Ketika saya datang, melihat Triyatno dan rekannya di samping Rusunawa Prabumulih, tengah mempersiapkan pengolahan kayu kering guna diproses menggunakan tungku terbuat dari drum bekas di sebuah lokasi masih banyak pohon rindang dan di bawahnya banyak kumpul kayu kering sengaja dikumpul sebagai bahan baku.

Tak lama Tri, sapaan akrabnya langsung menyambut, dan menyapa saya guna meliput proses pembuatan Mokusaku dari sampah kayu kering berserakan di sekitar Basecampnya.

Triyatno, Ketua Komunitas Prabu Magot Menunjukkan Proses Pengolahan Kayu Kering Menjadi Mokusaku

Tak berselang lama, Triyatno pun, santai kepada saya mulai bercerita latar belakang bagaimana ia punya gagasan akhirnya mengolah sampah kayu kering menjadi Mokusaku, si cairan cokelat hasil destilasi berguna buat pengental getah karet.

Diceritakan pria beralamat di Jalan Halmahera Perum Villa Gumay Sejahtera RT 08/RW 02 Blok G1 Kelurahan Gunung Ibul, Kecamatan Prabumulih Timur, Kota Prabumulih, Propinsi Sumsel disertai udara sejuk dan angin sesekali berhembus, hal tersebut dilatar belakangi, banyaknya sampah organik masuk ke TPA Sungai Medang dan tidak terkelola secara baik. Bahkan, tak jarang membuat sampah tersebut mengunung di TPA tersebut. Salah satunya, sampah kayu kering.

Tri mengaku, ia dan kawan-kawan di bawah naungan Komunitas Prabu Magot sejak 2020 lalu, merasa terpanggil berupaya mengolah sampah kayu kering secara mandiri hingga menghasilkan produk dikenal ‘Mokusaku’ dalam artian Modal Sampah Kayu Berkurang.

Alasannya, menjadi salah satu solusi pengurangan sampah biomassa, selama ini masih banyak tidak terkelola dan justru menjadi masalah sampah organik baru bagi Kota Nanas ini.

Pembersihan dan Perawatan Kebun Karet Milik Warga Prabumulih

“Kemudian cara ini, juga bisa menjadi sumber penghasilan tambahan bagi kami dan mitra lainnya. Hasil olahannya atau Cuka Kayu ini dapat menjadi solusi bagi para petani karet sebagai pengganti cuka parah buat mengentalkan lateks mereka. Ikut berperan mengurangi angka tindak pidana kejahatan di saat menyalahgunakan Cuka Parah di masyarakat,” beber suami Murnilah mengulas latar belakangnya.

Atau bisa dikenakan Cuka Kayu (Wood Vinegar). Ternyata, Mokusaku ini menurutnya bisa menggantikan Cuka Parah atau Asam Sulfat, sebagai pengental getah karet. Khususnya, di Prabumulih ungkapnya mengulas memang sebagian besar masyarakat bertani karet dalam penghidupannya, guna memenuhi kebutuhan keluarga.

Pengolahan Mokusaku ini, kata dia terbilang mudah karena dilakukan masih secara sederhana alias tradisional dan kapasitas juga masih terbatas. Menggunakan drum bekas sebagai tungku, dan sebilah bambu berukuran diameter 5 centimeter dan panjang 4 meter buat proses destilasinya.

Mokusaku, Pengental Getah Karet

Pembakaran sampah kayu dilakukan di dalam drum bekas sebagai tungku. Asapnya, karena panas nantinya berupa menjadi cairan karena proses destilasi hingga menghasilkan cairan dinamakan Mokusaku.

Meski dalam segala keterbatasan, tidak menyurutkan Tri membuat Mokusaku, sebagai produk unggulannya. Walaupun sejumlah kendala dihadapi, antara lain; sarana dan prasarana belum memadai, Sumber Daya Manusia (SDM) belum bisa diberdayakan membantu giat karena belum cukup anggaran.

“Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya hidup bersih dan tertib dalam membuang sampah karena sosialisasi dari pemerintah belum optimal. Kita tetap membuat Mokusaku, sebagai salah satu inovasi dalam bidang pertanian dalam pengentalan getah karet,” akunya.

Petani Prabumulih Menunjukan Getah Hasil Kebun Karetnya

Pengolahan sampah kayu kering ini, dilakukan secara rutin setiap hari di Basecamp Prabu Magot di Komplek IC Prabumulih Jalingtim Kelurahan Muara Dua, Kecamatan Prabumulih Timur.

Dalam sehari, tutur Tri bisa memanfaatkan 50 kg sampah kayu kering. Kemudian, dibakar di tungku drum bekas dan proses destilasi berjalan. Setidaknya, sekitar 2 liter Mokusaku, produk dihasilkan dalam sehari.

Memasak Mokusaku, kata dia, membutuhkan waktu sekitar 6 jam buat satu kali pembakaran di dalam tungku drum bekas. Karena, proses destilasi memang memakan waktu cukup lama. Itu kayunya kering. Dan, bisa lebih lama lagi jika kayunya basah atau mengandung banyak air.

“Bahan baku utamanya, pembuatan Mokusaku ini adalah kayu kering. Kita bakar dalam tungku drum besar, asapnya kita masukan dalam sebuah kayu buat proses destilasi. Hingga, menjadi cair berwarna kecokelatan akan menetes dari celah bambu kita pasangi bambu kecik dan kita tampung dalam toples plastik. Setelah penuh, kita pindahkan botol plastik sebagai penampungan kita simpan. Sehari, hasil Mokusaku kita sekitar 2 liter,” cerita Ketua Komunitas Prabu Magot ini.

Bahan Baku Kayu Kering Buat Mokusaku

Hasil Mokusakunya, sebutnya telah diuji cobakan kepada sejumlah petani karet. Dan, diakuinya efektif sebagai pengental getah karet pengganti Cuka Parah.

“Mokusaku ini, pengental getah karet alami. Tidak berbahaya, dan bisa menjadi pembasmi hama fungsi lainnya. Jika disemprotkan ke tanaman. Bahkan, bisa diminum dan aman,” terang ayah tiga orang anak ini membenarkan.

Mokusaku ini, sebutnya masih terintegrasi dalam program Komunitas Prabu Magot sebagai bentuk komitmen mengurangi sampah organik khususnya kayu kering belum terkelola secara baik, masuk ke TPA Sungai Medang. Selain itu, hasil pengolahan kayu kering menjadi Mokusaku ini memberikan manfaat bagi petani karet.

“Mokusaku, efektif mengurangi penggunaan bahan kimia pada pengentalan getah karet. Penggunaannya, aman dan tidak membahayakan jika menggunakan cuka parah,” tegasnya.

Tungku Mokusaku Bantuan PHRZ 4 Field Prabumulih

Diulasnya, awal pembuatan Mokusaku ini belajar secara otodidak. Lalu, searching dari Google. Meski demikian, akhirnya berhasil membuatnya meski secara tradisional.

“Selain itu, ada salah satu anggota Komunitas Prabu Magot memang pernah belajar pembuatan Mokusaku ini. Alhamdulillah, lewat pembuatan Mokusaku ini kita telah berkontribusi setiap harinya mengurangi sampah kayu kering di Prabumulih. Tadinya, masuk ke TPA Sungai Medang. Kita olah menjadi Mokusaku,” akunya.

Komunitas Prabu Magot ini, kata dia, merupakan perintis pembuatan Mokusaku di Prabumulih berjumlah 5 orang. Sekarang ini, Mokusaku ini sudah dilirik PT Pertamina Hulu Rokan Zona (PHRZ) 4 Field Prabumulih melalui salah satu program pemberdayaan masyarakat lewat program Corporate Sosial Responsibility (CSR)-nya. Didasari motivasi, berangkat dari kepedulian pribadi banyaknya tumpukan sampah organik dan anorganik tak terkelola serta ikut melestarikan lingkungan dan berusaha menjaga kebersihan bermula dari rumah sampah lingkungan sekitar. Dan slogannya ‘Kalo Dak Galak Bersihke Jangan Ngotori’.

Proses Pengentalan Karet Menggunakan Mokusaku di Prabumulih

Ia menyebutkan, berterima kasih kepada PHRZ 4 Field Prabumulih telah menjadikan Mokusaku, sebagai produk salah satu hasil mitra binaannya melalui program CSR. Juga, turut mempromosikan agar digunakan petani karet. Selain itu, di setiap pameran perusahaan juga ada produk Mokusaku ini.

“Bahan baku, kayu kering guna pembuatan Mokusaku sejauh terbilang memadai. Harapannya, tidak hanya PT PHRZ 4 Field Prabumulih ke depannya bisa menyuplai kayu kering kepada kita. Tetapi, juga sejumlah BUMN lainnya ada di Prabumulih. Terima kasih kepada PHRZ 4 Field Prabumulih telah memberikan bantuan tungku permanen, sekarang ini masih dalam tahap pembangunan dalam pengoptimalan pembuatan Mokusaku ini,” tukasnya.

Proses Destilasi Kayu Kering Menjadi Mokusaku

Rincinya, selain Mokusaku hasil pengolahan kayu kering ini, juga menghasilkan arang. Kalau skala kecil ini, berupa abu arang saja. “Intinya, pengolahan kayu kering dilakukan Komunitas Prabu Magot tidak hanya menghasilkan Mokusaku. Tetapi, juga ada hasil lainnya seperti arang dan abu arang dari hasil pembakaran kita lakukan,” tukasnya.

Ia bercerita, di awal terbentuknya, Komunitas Prabu Magot memang menjadi mitra Pemkot Prabumulih melalui DLH dalam pengolahan sampah organik, sehingga bisa bermanfaat dan punya nilai ekonomis.

“Memang awalnya, kita mitra DLH dalam mengolah sampah organik. Berupa, sisa sayuran dan buah memanfaatkan menjadi budidaya magot. Alhamdulillah, telah menghasilkan dan sudah beberapa kali panen,” bebernya.

Pendiri INAgri, Syamsul membeberkan, kalau 50 persen sampah masuk ke TPA adalah sampah organik. Termasuk, sampah kayu kering ini. Sebenarnya, masih bisa dimanfaatkan jika bisa mengelolanya secara baik. Hal merupakan pemanfaatan biomassa, sehingga bisa bermanfaat.

Budidaya Magot, Hasil Pengembangan Komunitas Prabu Magot

Dari data dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) volume sampah biomassa mencapai 12-13 % keseluruhan sampah.

“Makanya, solusi paling tepat mengolahnya. Mengubah sampah kayu kering ini, menjadi Mokusaku, pengental getah karet alami. Tentunya, memberikan manfaat lebih bagi petani karet khususnya di Prabumulih ini,” jelas Syamsul.

Sebutnya, penggunaan Mokusaku dikenal Cuka Kayu ini lebih aman dan tidak berdampak bagi lingkungan, Karen dibuat dari kayu kering merupakan sampah organik.

“Banyak manfaat lain Mokusaku ini. Antara lain; pengawet makanan, pengendali hama dan penyakit tanaman, pembenahan tanah, antibakteri, penghilang bau di TPA maupun peternakan, dan lain sebagainya,” rinci pria juga salah satu Komunitas Prabu Magot.

Pria juga aktivis lingkungan ini mengungkapkan, Cuka Parah merupakan cairan kimia tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Cairan kimia ini bersifat korosif pada kulit.

“Banyak, petani karet terkena dampak penggunaan Cuka Semut nama lain Cuka Parah ini. Bahkan, banyak disalahgunakan dalam tindak pidana kriminal. Pembuatan Mokusaku ini juga, relatif sederhana dan juga simpel. Tetapi, bermanfaat sekali bagi lingkungan karena tidak mencemari dan merusak penggunaannya seperti Cuka Parah,” tukasnya.

Elman, salah satu petani karet di Kota Nanas ini, kini tidak perlu lagi memakai Cuka Parah mengandung larutan berbahan kimia. “Kita sekarang ini, beralih ke Mokusaku. Pengental getah karet alami ini, lebih aman dan menguntungkan. Dan, banyak fungsinya. Selain, sebagai pengental getah karet bermanfaat bagi pembasmi hama jika disemprotkan pada tanaman layaknya pestisida tetapi alami,” sebutnya.

Penggunaan Mokusaku ini, kata Elman, sebagai pengental getah karet tidak jauh berbeda seperti penggunaan Cuka Parah. “Hampir sama, penggunaannya tidak jauh berbeda. Lebih aman, dan tidak beracun. Jelas lebih menguntungkan, bisa dibuat sendiri. Harganya, juga relatif murah jika membeli,” beber juga pendiri Komunitas Prabu Magot.

Lanjutnya, Mokusaku ini merupakan alternatif penggunaan pengental getah karet selama ini petani karet menggunakan Cuka Parah. “Terkadang, jika tidak hati-hati. Tangan bisa melepuh, memakai Cuka Parah. Sedangkan, Mokusaku ini tidak seperti itu. Karena, alami tidak berbahaya. Harapannya, Mokusaku ini bisa diproduksi secara masal karena sangat membantu petani karet dalam pengolahan getah karet,” akunya.

Pengujian Mokusaku Dilakukan Pihak PHRZ 4 Field Prabumulih

Head Comrell and CID PHRZ 4, Tuti Dwi Padmayanti dikonfirmasi melalui Staff Officer Comrel and CID, Erwin HP menerangkan, Mokusaku adalah salah satu program mitra binaan PHRZ 4 Field Prabumulih bertajuk ‘Pakar Balam’

“Yaitu, Pengendalian Agrokimia dalam Pertanian Karet Berbasis Pengolahan Sampah. Ini merupakan inovasi sosial, guna mengurangi penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dalam pertanian karet,” ujar Erwin.

Tukasnya, khususnya pada pengentalan getah karet melalui pengolahan sampah organik. Program ini, tandasnya mengahasilkan produk cuka kayu (Mokusaku, red), guna menyubtitusi Cuka Parah atau larutan asam sulfat sebagai koagulan pengentalan getah karet agar menjadi padat hingga membeku.

“Program ini, hasil kerja sama perusahaan bersama DLH Prabumulih dan Komunitas Prabu Magot. Sudah berjalan sekitar 2 tahun, salah satu mitra binaannya lewat program CSR perusahaan,” ucapnya.

Erwin membenarkan, adanya Mokusaku ini memberikan dampak signifikan setidaknya mampu mengurangi penggunaan Cuka Parah 790 liter pertahun.

“Mampu mengolah 1.024 ton/tahun sampah organik jenis kayu kering. Mengurangi efek rumah kaca, 12.375 ton CO2eq/tahun. 28 petani karet, terlindung dari dampak penggunaan Cuka Parah. Terjadi penghematan Rp 15,8 juta pertahun, pembelian dalam penggunaan Cuka Parah,” pungkasnya.

Ia menambahkan, besarnya manfaat Mokusaku ini. PHRZ 4 Field Prabumulih, kata dia, akan terus mengembangkannya secara maksimal. Sehingga, Mokusaku ini memberikan manfaat lebih bagi petani karet.

“Sekarang ini, telah kita berikan bantuan berupa pembangunan tungku permanen lebih besar. Sehingga, produksi Mokusaku bisa lebih banyak dan lebih besar lagi dirasakan petani karet,” pungkasnya.

Kadisperkim Prabumulih, Maiduty Fitriansyah ST MT menjelaskan, kalau permasalahan sampah memang selalu dihadapi TPA Sungai Medang selaku tempat pembuangan sampah akhir.

“Adanya komunitas peduli sampah, sangat membantu kita dapat menangani permasalahan sampah organik dan anorganik di Prabumulih. Rata-rata perhari, sampah masuk ke TPA Sungai Medang mencapai hingga 70 ton,” rincinya.

Seluruh jenis sampah masuk ke TPA Sungai Medang, akunya tidak terkecuali sampah kayu kering dan lainnya. “Adanya, program Mokusaku digagas DLH Prabumulih mengandeng PHRZ 4 Field Prabumulih bersama Komunitas Prabu Magot jelas sangat membantu mengurangi volume sampah masuk ke TPA Sungai Medang,” tandas Duty, sapaan akrabnya.

Staff Comrel and CID PHRZ 4, Erwin HP Mengecek Pembuatan Mokusaku

Permasalahan sampah, kata dia, bukan hanya menjadi tanggung jawab Disperkim Prabumulih tetapi semua pihak. Ia tidak menampik, OPD-nya sempat kewalahan menangani masalah sampah hingga menggunung. “Karena, keterbatasan sarana dan prasarana sebelumya. Dan, Alhamdulillah secara perlahan bisa teratasi,” terangnya.

Pj Wako Prabumulih, H Elman ST MM mengapresiasi langkah PHRZ 4 Field Prabumulih membantu Pemkot Prabumulih mengurangi sampah, khususnya sampah kayu.

Melalui program Mokusaku, dinilainya sangat bermanfaat tidak hanya mengurangi sampah kayu kering di Kota Nanas ini. Tetapi, menurutnya mempunya efek lain khususnya bagi para petani karet di Bumi Seinggok Sepemuyian ini.

“Sampah kayu kering, berhasil diolah menjadi Mokusaku. Efeknya, petani karet ke depan tidak perlu menggunakan Caka Parah, sebagai zat kimia berbahaya dalam pembekuan getah karet. Karena, sudah ada alternatif sangat alami dan aman. Yaitu, Mokusaku,” ujar Elman, sapaan akrabnya.

Lanjutnya, program pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan sampah hendaknya terus dilakukan secara terus menerus, sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan.

“Semakin banyaknya, perusahaan berkolaborasi bersama perusahaan mengatasi masalah sampah di Prabumulih. Kita yakin, memberikan manfaat lebih dan nilai. Khususnya, penanggulangan dan pemanfaatan sampah agar punya manfaat lebih,” tutupnya. (rin)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Bagikan