Roy Riady. Foto : Ist/FS.COM
PRABUMULIH, FS.COM – Soal permasalahan tunggakan iuran 4 semester mahasiswa angkatan II PEM AKAMIGAS, dituntut orang tua mahasiswa agar 100 persen pembayaran dilakukan Pemkot Prabumulih.
Padahal, diawal perkuliahan para orang tua telah menandatangani perjanjian bahwa 25 persen iuran ditanggung Pemkot Prabumulih dan 75 persen iuran dibayarkan orang tua mahasiswa. Terdapat addendum perjanjian tetapi hanya terkait iuran semester 6 ke atas dimana akan ditanggung 100 persen Pemkot Prabumulih.
Sedangkan, semester 2-5 tidak bisa dibayarkan 100 persen Pemkot Prabumulih karena pemberian beasiswa bagi mahasiswa angkatan II menempuh pendidikan di PEM AKAMIGAS asal Prabumulih menggunakan anggaran dari APBD mana pengelolaan keuangan daerah harus tertib anggaran, sehingga hanya mendanai anggaran di tahun berkenaan kecuali atas adanya pengakuan hutang, serta dalam melakukan perubahan pemberian beasiswa semula Pemkot Prabumulih memberikan beasiswa sebesar 25% menjadi 100% harus memiliki landasan hukum dalam hal ini perjanjian kerjasama mana perjanjian kerja sama tersebut juga mulai berlaku pada saat ditanda tangani kedua belah pihak.
Kajari Prabumulih, Roy Riady SH MH dikonfirmasi menjelaskan, awalnya Pemkot Prabumulih mengajukan permohonan kepada Kejari Prabumulih melalui bidang Datun. Dalam menganalisa permasalahan tersebut JPN melakukan koordinasi dengan BPK RI Perwakilan Sumsel.
“Apakah boleh dibayarkan, hasil legal opinion itu. Prinsip keuangan negara yaitu akuntabilitas. Artinya, ada proses dari perencanaan, pembayaran hingga pertanggung jawaban. APBD dibayarkan tahun ini dan ke depan sudah direncanakan. Tidak bisa proses itu, muncul dan tiba-tiba dibayarkan atau berlaku surut,” terang Mang Oy.
Kata Roy, APBD ini adalah uang rakyat harus ada persetujuan DPRD. Apabila, sudah ada kemampuan keuangan dan disetujui DPRD, ke depannya dan tahun berjalan bisa dibayarkan.
“Apalagi, sebelumnya ada perjanjian antara Pemkot Prabumulih dan orang tua, 25 persen dan 75 persen. Kalau mau dibayar Pemkot Prabumulih, ubah dahulu perjanjian itu. Minta persetujuan pembahasan DPRD, apakah dimasukan utang atau lainya. Terakhir, ada tidaknya kemampuan keuangan daerah. Itu baru namanya akuntablitas. Akan tetapi harus diingat bahwa hal tersebut tidak berlaku surut. Anggaran APBD hanya bisa mendanai tahun berkenaan, kecuali atas pengakuan hutang sudah ada,” terang suamo Nofita Dwi Wahyuni.
Tukas ayah tiga anak ini, selama prinsip akuntablitas keuangan daerah tidak dilaksanakan. Tentunya, tidak bisa dilakukan. “Karena, akan bisa memicu permasalahan hukum dibelakang hari. Hendaknya, legal opinion kita menyarankan tidak dilakukan,” pungkasnya. (rin)