Kejagung: Upaya Koruptor ‘Fight Back’, Dianggap Lembaga Superbody

  • Bagikan

Ketut Sumedana. Foto : Ist/FAJARSUMSEL.COM

JAKARTA, FAJARSUMSEL.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai lembaga hukum dinilai mulai bergeser menjadi superbody. Hal ini karena Kejagung memiliki kewenangan berlebihan. “Kejagung menjadi sebuah lembaga yang superbody karena kewenangannya sudah sangat melampaui sekali,” kata pakar hukum Universitas Trisakti, Prof Trubus Rahadiansyah kepada wartawan, Senin, 3 Juni 2024 seperti dikutip tvonenews.com.

 

Kewenangan dimaksud yakni, mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan kerap dilakukan Kejagung. Padahal, kata dia, porsi Kejagung seharusnya ada pada tingkat penuntutan.

 

“Harusnya di tingkat penyidikan itu di tangan kepolisian, penuntutan (Kejagung). Jadi bagi-bagi porsi. Tapi ini kan enggak, diambil semua. Apalagi kasus-kasus besar, terutama tipikor (turut ditangani Kejagung),” sambung Trubus.

 

Menanggapi hal tersebut Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana anggapan tersebut adalah anggapan sangat keliru, terlalu berlebihan, tanpa data dukung dan dimensi yuridis terukur.  “Beberapa Profesor dari perguruan tinggi serta penggiat anti korupsi menyayangkan statement tersebut, bahkan dianggap sebagai upaya “corruptor fight back” atau bentuk perlawanan koruptor kepada Insitusi Kejaksaan,” katanya, Senin, 10 Juni 2024.

 

Ungkapan Kejaksaan sebagai lembaga Superbody telah beberapa kali diuji ke Pengadilan, baik itu Mahkamah Agung maupun Makamah Konstitusi. Para Hakim Yang Mulia menyadari demikian adanya sebagaimana di beberapa Negara lain, yakni sebagai fungsi kontrol antar lembaga telah berjalan sampai saat ini diantara para penegak hukum, hal itu pun sesuai dengan kaidah berlaku yaitu diferensial fungsional dilandasi dengan Integrated Criminal System.

 

“Dalam kurun waktu kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, publik seakan diberikan perhatian khusus betapa korupsi itu sangat membahayakan dan terjadi sangat masif di seluruh sektor. Mulai dari atas sampai ke daerah, dampak diperlihatkan sangat nyata, seperti terjadi perampasan hak ekonomi masyarakat di negara yang sangat melimpah sumber daya alamnya,” katanya.

Pengungkapan perkara-perkara Big Fish memiliki nilai kerugian fantastis menjadi andalan Kejaksaan Agung untuk meraih kepercayaan publik mulai meningkat tajam, bahkan sampai menyentuh angka 81,2%. Karenanya, anggapan Para Guru Besar menyebut rakyat ada di belakang Kejaksaan dalam memberantas korupsi bukanlah isapan jempol belaka.

 

Ketut Sumedana menyampaikan, raihan kepercayaan publik Kejaksaan Agung saat ini tidak datang sendirinya, melainkan karena keberanian Kejaksaan Agung dalam melakukan berbagai terobosan diambil dalam menyelamatkan, mengembalikan dan memulihkan keuangan negara.

 

Hal ini perlu diapresiasi karena masyarakat telah memberikan perhatian khusus terhadap penerapan unsur perekonomian negara dalam kasus-kasus korupsi, menjerat korporasi serta TPPU (money laundry) dilakukan oleh Kejaksaan. “Keberanian dan ketegasan dari kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin juga didukung jajarannya dalam hal ini Para Jaksa Agung Muda, yang kerap menyampaikan dan menekankan sebagai orkestrasi bersama kepada seluruh Insan Adhyaksa agar tidak main-main dengan rasa keadilan masyarakat,” ucapnya.

 

“Kalau ada pelanggaran integritas di lapangan, saya paling pertama memenjarakan kalian,” tegas Jaksa Agung.

 

Tidak sedikit pula Jaksa dipidanakan dalam rangka bersih-bersih internal sebagai salah satu cara Jaksa Agung meletakkan landasan kuat dalam membangun Integritas personel Adhyaksa. Tak hanya itu, Jaksa Agung juga menyampaikan bahwa tanpa kebersamaan dan didukung personel tangguh Kejaksaan tidak ada apa-apanya. (ebs/rin)

 

 

  • Bagikan