Oleh M Mufid MPdi (Ketua IKADI Prabumulih)
BULAN Rabi’ul Awwal dikenal dengan bulan Maulid Nabi, karena Rasulullah lahir pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun Gajah bertepatan dengan tanggal 20 April 571 Masehi.
Namun perlu kita ketahui bersama, Rasulullah saw juga wafat pada bulan Rabi’ul Awwal di hari dan bulan yang sama, tepatnya pada hari Senin, tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun ke 11 Hijriyyah pada usianya yang ke 63 tahun lebih empat hari.
Pada kesempatan khutbah singkat ini, khatib akan menyampaikan satu peristiwa yang tidak terlupakan sejarah.
Peristiwa itu terjadi dimana Rasulullah saw, manusia pilihan Allah, kekasih Allah, pemimpin besar, penghulu para nabi dan rasul, telah wafat meninggalkan umatnya.
Dalam buku karangan Ahmad Hatta, dkk berjudul “The Great Story of Muhammad,” halaman 561-576 diceritakan secara rinci detik-detik menjelang wafatnya Rasulullah Muhammad saw.
****
Dikisahkan dua pekan sebelum Rasulullah saw wafat, beliau mengalami sakit. Sakit beliau bermula ketika pulang dari pemakaman Baqi’, pada hari Senin, tanggal 29 Shafar tahun ke- 11 Hijriyyah. Sampai di rumah, tiba-tiba kepala Rasulullah sakit. Suhu tubuhnya melonjak panas melebihi ukuran manusia normal. Badannya menggigil. Bibirnya bergetar menahan sakit.
Saat itu, beliau berada di rumah Ummul Mukminin Maimunah radhiyallahu ‘anha. Kian hari, sakit Rasulullah bertambah parah. Beliau terserang demam sepanjang hari. Sampai-sampai beliau lupa di rumah siapa harus menginap.
Melihat kondisi Rasulullah yang memprihatinkan, istri-istri Rasulullah bermusyawarah dan bersepakat memberi kebebasan kepada beliau. Akhirnya Rasulullah saw memutuskan menginap di rumah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
Empat hari menjelang wafat, sakit Rasulullah berada dipuncaknya. Tubuhnya menggigil menahan demam, suhu tubuhnya kian memanas, butir-butir keringat menetes deras dari sekujur tubunya.
Ditengah rasa sakit itu, hati Rasulullah tidak tenang memikirkan masalah sholat. Beliau saw bertanya kepada para sahabat:
أَصَلَّى النَّاسُ؟ فَقَالُوْا: لَا هُمْ يَنْتَظِرُونَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: ضَعُوا لِي مَاءً فِي الْمِخْضَبِ
“Apakah mereka telah melaksanakan shalat?” Para Sahabat menjawab, “Belum. Mereka masih menunggu engkau, wahai Rasûlullâh!” Lalu Rasûlullâh saw bersabda, “Taruhkanlah air untukku pada al-makhdhab (tempat air untuk mandi-red).
Meski dalam kondisi sakit, wajahnya pucat, badannya lemas, baginda Rasulullah memaksakan diri untuk shalat berjama’ah di masjid meski harus dipapah dua orang sahabat. Hingga akhirnya beliau terjatuh dan pingsan selama beberapa kali. Karena kondisi Rasulullah sangat lemah, posisi imam digantikan oleh sahabat Abu Bakar.
****
Dua hari menjelang wafat, rasa sakit Rasulullah berkurang. Namun satu hari menjelang wafat, Rasulullah kembali merasakan sakit. Di hari terakhir menjelang wafat, Rasulullah saw membebaskan seluruh pembantu laki-lakinya, menyedekahkan tujuh dinar hartanya yang masih tersisa dan memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin.
Di hari terakhir Rasulullah akan wafat, dari jendela kamar ‘Aisyah Rasulullah saw melihat ummatnya bersiap menunaikan shalat Shubuh berjama’ah. Sementara badan Rasulullah sangat lemah. Wajahnya sangat pucat. Sahabat Anas menceritakan, ketika itu para sahabat hampir saja menghentikan shalat Shubuh karena gembira melihat Rasulullah saw. Namun Rasulullah memberi isyarat agar mereka menyelesaikan shalat mereka. Kemudian beliau masuk ke bilik dan menutup tirai kamar.”
Ketika waktu Dhuha tiba, Rasulullah saw memanggil seluruh anggota keluarganya dan memberi nasihat. Beliau juga memanggil Hasan dan Husain, dua cucunya yang sangat beliau sayangi. Rasulullah mencium Hasan dan Husain seraya mengelus ke kepala mereka. Hasan dan Husain memeluk erat tubuh sang kakek seolah tak mau berpisah. Semua larut dalam kesedihan.
Setelah itu, Rasulullah berbaring di pangkuan ‘Aisyah. Dari lisan Rasulullah, ‘Aisyah mendengar beliau membaca do’a berulang-ulang:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي، وَألْـحِقْنِي بِالرَّفِيقِ الْأَعْلَى
“Wahai Allâh! Ampunilah dosaku! Karuniakanlah rahmat-Mu kepadaku dan angkatlah aku ke ar-Rafiqul A’la (masukkanlah aku ke dalam surga bersama orang-orang terbaik)”
****
Sahabat…
Dapat kita membayangkan, Rasulullah yang sudah mendapat garansi jaminan masuk surga, beliau masih memohon ampunan kepada Allah dan berharap dirinya dimasukan ke dalam surga? Lalu bagaimana dengan kita yang belum dijamin masuk surga, mengapa kita masih enggan memohon ampunan Allah swt?
Sungguh ini adalah teladan mulia agar kita memperbanyak do’a dan memohon ampun kepada Allah swt.
Rasulullah terus mengulang do’a tersebut hingga tangannya terkulai lemas. Mulutnya tak lagi bergerak. Detak jantungnya terhenti, dan tubuhnya jatuh ke pangkuan ‘Aisyah.
‘Aisyah dan seisi ruangan serentak mengucapkan, “innalillahi wainna ilaihi raji’un.” Seketika itu juga, tangis pecah, menyelimuti kamar Aisyah yang sempit. Kemudian ‘Aisyah meletakkan jasad Rasulullah saw di atas pembaringannya yang hanya berlapiskan pelepah daun kurma.
Ketika dikabarkan Rasulullah saw telah wafat, para sahabat menangis sedih, bercucuran air mata. Bahkan Umar bin Khattab yang memiliki karakter tegas dan tegar, seketia itu heran dan kebingungan begitu terdengar berita Rasulullah telah wafat.
Tanpa mempedulikan orang di sekelilingnya, Umar bin Khattab berdiri, marah dan berkata:
“Ada orang dari kaum munafik yang mengira bahwa Rasulullah saw telah wafat. Tetapi, demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah mereka setelah dikatakan dia sudah mati. Sungguh, Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong!”
Semua orang diam tertunduk lemas. Tidak keluar sepatah kata pun dari lisan kaum muslimin. Tidak lama setelah itu, datanglah Abu Bakar untuk menenangkan suasana.
Abu Bakar mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun itu lalu berpidato dengan tegas.
“Wahai kaum muslimin. Ketahulilah barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selamanya dan tak akan pernah mati.”
Kemudian ia membacakan firman Allah surat ali Imran ayat 144:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٞ قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِهِ ٱلرُّسُلُۚ أَفَإِيْن مَّاتَ أَوۡ قُتِلَ ٱنقَلَبۡتُمۡ عَلَىٰٓ أَعۡقَٰبِكُمۡۚ وَمَن يَنقَلِبۡ عَلَىٰ عَقِبَيۡهِ فَلَن يَضُرَّ ٱللَّهَ شَيۡٔٗاۗ وَسَيَجۡزِي ٱللَّهُ ٱلشَّٰكِرِينَ ١٤٤
“Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali takkan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran 144).
Mendengar firman Allah itu, Umar tertunduk lesu. Kedua kakinya gemetar dan bersimpuh di atas tanah. Beliau baru menyadari bahwa Rasulullah saw sang pemimpin Ummat telah wafat untuk selama-lamanya.
****
Sahabat…
Saat ini, Rasulullah saw telah tiada. Saat ini, tugas kita dan kaum muslimin dimanapun berada, marilah kita teruskan perjuangan Rasulullah dengan cara mempelajari dan meneladani akhlaq Rasulullah saw. Karena tidak ada teladan terbaik, tidak ada contoh manusia terbaik dan sempurna, kecuali Rasulullah saw.
Allah saw berfirman dalam surat al Ahzab ayat 21:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا ٢١
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS:Al-Ahzab 21).
Sahabat…
Jangan sampai kita meneladani dan mempelajari kehidupan beliau hanya dalam satu hari saja, hanya di bulan Rabi’ul Awwal atau Maulid Nabi saja. Tetapi meneladani akhlaq Rasulullah adalah setiap hari sepanjang kita masih diberikan kontrak kehidupan di dunia ini. #DakwahBilQolam