Desa Baturaja, Harapan Baru Tambahan Energi Nasional

Para pekerja PHR Zona 4 tengah mempersiapkan eksplorasi sumur migas menggunakan metode Batch Drilling di Lapangan Benuang, Desa Baturaj

Eksplorasi Struktur Benuang, Effisiensi Biaya hingga Aman dan Produksi Optimal

MUARAE ENIM, FAJARSUMSEL.COM – Desa Baturaja merupakan sebuah lokasi berada di Kecamatan Empat Petulai Dangku di Kabupaten Muara Enim, wilayah ini menjadi sumber cadangan minyak dan gas (migas) nasional di wilayah PT Pertamina EP Hulu Rokan (PHR) Regional 1 Zona 4.

Berjarak sekitar 25 KM dari Kota Prabumulih, ada Rig PDSI#41.3/N110UE-59 Benuang-Batch Drilling tengah mengerjakan lokasi PHR Regional 1 Zona 4 kini  di ekplorasi PHR Zona 4 Field Adera. Sebagai harapan baru, bagi bertambahnya produksi migas nasional guna mencukupi kebutuhan energi di Indonesia.

Apalagi, sejak dulu memang Desa Baturaja ini masuk ke dalam struktur Benuang sebagai cadangan migas khususnya di Sumatera Selatan (Sumsel). Sebagai lapangan tua, dan memang sangat produktif menghasilkan migas.

Kebangkitan Energi Nasional dari Desa Baturaja

Lokasi pengeboran PHR Zona 4 di Desa Baturaja berada di lahan seluas sekitar 4 Hektar (Ha), tadinya merupakan kebun karet milik warga dan sumber mata pencaharian warga sekitar. Namun, guna mendukung proses produksi migas nasional akhirnya dibebaskan PHR Zona 4 sebagai lokasi ekplorasi.

Ernez Febrianto, Drilling Superintendent Zona 4 memaparkan prose Batch Drilling di Lapangan Struktur Benuang, Desa Baturaja

Tadinya lahan tersebut, sunyi dan sepi di malam hari. Hanya di pagi harinya, ada aktivitas menyadap karet sebagai mata pencaharian utamanya buat kehidupan sehari-hari.

Namun, sekarang suasananya sudah berbeda. Semenjak 2023, kebun karet tersebut sudah berubah menjadi lokasi eksplorasi migas dikelola PHR Zona 4 Field Adera. Guna menambah produksi migas pada tahun ini, supaya lebih maksimal.

Sejak pagi hingga malam hari, deru mesin mulai terdengar di tengah hamparan tanah merah di Desa Baturaja, Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Dari kejauhan, menara baja setinggi hampir 40 meter berdiri tegak, dikelilingi aktivitas para pekerja berseragam khanya pekerja Pertamina dibalut biru, putih, dan merah.

Sinar matahari pertama menembus kabut, memantul di badan rig sebagai simbol kebangkitan energi dari bumi tua Sumatera. Di sinilah, di antara kebun karet dan tanah perbukitan, PHR Zona 4 dan PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) memulai langkah besar. Menghidupkan kembali Lapangan Benuang, struktur minyak bumi sudah eksis sejak 1940-an.

Suara radio komunikasi bersahut-sahutan, mengatur alur kerja pengeboran. “Stand by connection! Pressure check clear!” teriak salah satu driller. Dalam ritme yang presisi, puluhan pekerja mengoperasikan mesin baja raksasa itu dengan kehati-hatian luar biasa.

“Lapangan ini dulu sempat menurun drastis produksinya,” kata Ernez Febrianto, Drilling Superintendent Zona 4, sambil menerangkan kalau Struktur Benuang ini punya capabilty penerapan Batch Drilling, dan tidak semua sumur migas punya itu.

“Tetapi inovasi baru dimiliki yaitu Metode Bacth Drilling, kita bisa buktikan bahwa lapangan tua pun masih bisa berproduksi optimal. Ada lima sumur migas kita lakukan eksplorasi menggunakan metode Bacth Drilling di Desa Baturaja ini. Meliputi sumur migas BNG-D16, BNG-D3, BNG-23T, BNG-D4, dan BNG-37T. Sengaja, lokasi sumur migas dibuat berdekatan guna memudahkan penerapan metode Batch Drilling ini di lokasi Struktur Benuang,” tegasnya, sambil menyebutkan, inovasi ini baru pertama kali diterapkan di Sumatera.

Di tengah sunyi pedesaan, energi Indonesia kembali menyala.

Kilas Balik Lapangan Tua, Napas Panjang dari Benuang

Struktur Benuang bukan nama baru dalam sejarah perminyakan Sumsel. Lapangan ini pertama kali ditemukan sekitar tahun 1941 perusahaan Belanda. Sejak itu, Benuang menjadi salah satu kontributor minyak bumi penting di wilayah kerja Pertamina EP Asset 2.

Namun, seiring waktu, tekanan reservoir menurun, sumur-sumur tua kehilangan debit produksinya, dan lapangan ini perlahan masuk fase decline. Banyak pihak menganggap Benuang sudah lewat masa jayanya.

Rig PDSI#41.3 di Lapangan Struktur Benuang, Desa Baturaja melakukan eksplorasi sumur migas

Namun tim PHR Zona 4 punya pandangan berbeda. “Data geologi menunjukkan masih ada potensi minyak signifikan di bawah lapisan tua,” jelas Rizky, Drilling Operation Engineer. “Kami hanya perlu pendekatan baru yang lebih efisien dan presisi,” akunya menyebutkan, kalau metode ini pernah diterapkan di Senoroh, Sulawesi Tengah (Sulteng)

Walking Rig, Bagian Inovasi Bacth Drilling di Revolusi Lapangan Tua

Di industri pengeboran, waktu adalah emas. Setiap jam operasi bernilai besar. Di sinilah metode Batch Drilling hadir sebagai solusi revolusioner.

Secara sederhana, Batch Drilling  adalah teknik mengebor beberapa sumur dalam satu pad (area kerja) secara berurutan dan terencana. Setiap tahap dilakukan serentak dari spudding, casing, hingga logging tanpa perlu membongkar rig sepenuhnya.

Namun, membuat proyek Benuang lebih istimewa adalah penggunaan walking rig, alat pengeboran canggih yang bisa “berjalan” secara horizontal di atas tanah menuju titik sumur berikutnya.

“Sistem hidrolik, rig bisa berpindah sejauh lima meter hanya dalam beberapa jam. Tak perlu dibongkar dan dirakit ulang ketik melakukan ekplorasi sumur lima sumur sekaligus jaraknya berdekatan satu sama lain,” kata Ernez. “Kalau dulu butuh dua-tiga hari untuk pindah lokasi, sekarang hanya hitungan jam,” seingatnya mengulas proses drilling konvensional.

Pekerja tengah menyiapkan kebutuhan proses eksplorasi sumur migas di Desa Baturaja

Hasilnya luar biasa. Batch Drilling dan Walking Rig, PDSI mampu menekan waktu operasi hingga 67 hari lebih cepat dibanding metode konvensional.

Dari Struktur Benuang ke Adera, Efisiensi Berlipat

Kesuksesan metode ini tidak berhenti di Struktur Benuang Desa Baturaja saja. Di Lapangan Field Adera, Kabupaten Muara Enim, teknologi serupa juga diterapkan dan terbukti efektif.

Berdasarkan data PDSI, penerapan batch drilling di Adera berhasil meningkatkan produksi hingga 3.388 barel minyak per hari (BOPD),  dua kali lipat dari target awal. “Target awalnya 1.200 BOPD, tapi hasil aktualnya jauh melebihi harapan,” ungkap Ernez bangga.

Setiap sumur di proyek ini memiliki kedalaman sekitar 2.600 meter, dan seluruh pengeboran dilakukan dengan standar zero accident.

Efisiensi biaya pun signifikan. Jika satu sumur membutuhkan sekitar 6,5 juta dolar AS, maka penghematan 15% berarti sekitar 975 ribu dolar per sumur, setara 4,8 juta dolar untuk lima sumur.

“Penghematan besar ini bisa dialihkan bagi proyek eksplorasi baru,” tambahnya.

Persiapan Tak Sederhana, Butuh Ilmu dan Presisi

Sebelum rig pertama berputar, ada tahap panjang perencanaan melibatkan ratusan jam analisis data. Tim geologi dan geofisika melakukan studi seismik, log sumur lama, serta analisis tekanan bawah tanah.

“Kami memanfaatkan real-time data menentukan zona target. Jadi setiap meter pengeboran terpantau dari pusat kontrol,” jelas Rizky.

Fase pengeboran dilakukan bertahap terhadap lima sumur secara bergantian atau satu sequence:

26 inci: 0–100 meter

17,5 inci: hingga 500 meter

12¼ inci: hingga 1.500 meter

8½ inci: hingga 2.600 meter (target zone)

Setiap tahap diakhiri dengan mud logging dan pengambilan sampel formasi. Semua data dikirim secara digital buat analisis cepat di kelima sumur migas tengah di eksplorasi menggunakan metode Batch Drilling.

“Keunggulan lain metode ini adalah repeatability. Kita bisa meniru keberhasilan satu sumur ke sumur lain secara konsisten,” jelasnya.

67 Hari Lebih Cepat, Lebih Aman, Lebih Bersih

Waktu adalah faktor kritis dalam industri migas. Dalam proyek Batch Drilling  di Desa Baturaja, total waktu pengeboran berhasil dipangkas dari 200 hari menjadi hanya 133 hari.

Selain mempercepat produksi, efisiensi ini berdampak langsung pada lingkungan. Karena rig tidak perlu dibongkar-pasang, maka aktivitas transportasi berat, debu, dan kebisingan berkurang drastis.

“Metode ini ramah lingkungan dan sosial,” ujar Ernez. “Kita bekerja cepat, efisien, tapi tetap menjaga kenyamanan warga sekitar,” tukasnya.

Selama periode operasi April–Oktober 2025, seluruh kegiatan mencatat zero incident dan zero lost time accident (LTA), pencapaian jarang di dunia pengeboran.

Suara dari Lapangan, Antara Risiko dan Dedikasi

Malam di Desa Baturaja jarang benar-benar gelap. Lampu sorot rig menembus kabut, menciptakan siluet baja raksasa bergerak perlahan.

Di dalam dog house, ruangan kecil di dekat rig floor, beberapa teknisi memantau layar komputer berisi grafik tekanan dan volume lumpur pengeboran. “Di sini, kami kerja 24 jam,” ujar Teguh, salah satu safety officer PDSI. “Risiko tinggi, tapi adrenalin dan tanggung jawab juga tinggi,” jelasnya.

Meski berisiko, semangat tim tidak surut. Mereka bekerja dengan disiplin tinggi, mengutamakan keselamatan di atas segalanya. “Di setiap briefing, pesan kami sama: tidak ada produksi yang sebanding dengan satu nyawa,” tegas Ernez.

SDM Lokal, Kapasitas Global

Salah satu aspek membanggakan dari proyek ini adalah dominasi SDM lokal. Sebagian besar pekerja berasal dari Universitas dan Politeknik di Sumsel, seperti Universitas Sriwijaya (Unsri), Politeknik Akamigas Palembang, Universitas Tridinanti, dan Politeknik Negeri Sriwijaya (Polsri), serta lainnya.

“Kami bangga anak-anak daerah bisa mengoperasikan rig berteknologi tinggi,” ujar Rizky. “Dulu mereka hanya belajar teori, sekarang langsung praktik di lapangan internasional,” tambahnya.

PDSI dan PHR Zona 4 juga membuka program magang dan pelatihan teknis untuk mahasiswa teknik perminyakan, sebagai bagian dari local content development.

Manajemen Pertamina dan SKK Migas Mendukung

Keberhasilan batch drilling dan walking rig di Sumsel mendapat apresiasi langsung dari manajemen puncak Pertamina. Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, bahkan melakukan kunjungan langsung ke Adera Field pada September 2025.

“Keberhasilan ini menunjukkan kemampuan Pertamina bersaing dengan perusahaan global,” ujar Oki. “Efisiensi, keselamatan, dan inovasi jadi kunci. Kita akan replikasi metode ini ke lapangan-lapangan lain di Indonesia,” sebutnya.

Sementara itu, General Manager PHR Zona 4, Djudjuwanto, menegaskan bahwa metode batch drilling menjadi terobosan penting untuk lapangan tua. “Sebagian besar lapangan kami masuk kategori mature fields. Teknologi ini memungkinkan kami memaksimalkan potensi tanpa membuka wilayah baru,” ujarnya.

SKK Migas pun menyambut positif capaian ini. Dalam laporannya, proyek batch drilling Zona 4 dinilai sebagai salah satu contoh efisiensi terbaik di sektor hulu migas nasional tahun 2025.

Manfaat Sosial dan Ekonomi Bagi Warga Baturaja

Kebangkitan Lapangan Benuang membawa efek domino bagi masyarakat sekitar. Aktivitas ekonomi meningkat dari warung makan, toko sembako, hingga jasa transportasi lokal.

“Sekarang warung saya bisa buka sampai malam, karena banyak pekerja yang makan di sini,” ujar Doni, warga Desa Baturaja. “Anak-anak muda juga banyak yang kerja di proyek,” harapnya.

Selain dampak ekonomi, Pertamina juga menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), seperti pelatihan keselamatan, pendidikan lingkungan, dan bantuan peralatan sekolah.

“Hubungan dengan masyarakat sekitar sangat baik. Kami jaga komunikasi dan komitmen untuk tumbuh bersama,”jelas Rizky.

Energi untuk Negeri, Menyongsong Target 2030

SKK Migas dan Pertamina terus berupaya mengejar target ambisius: produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 BSCFD gas pada 2030. Mencapai itu, optimalisasi lapangan tua seperti Benuang dan Adera menjadi kunci.

“Lapangan baru butuh waktu lama dan biaya besar,” jelas Ernez. “Sedangkan lapangan tua sudah punya infrastruktur. Dengan teknologi baru, kita bisa percepat produksi.”

Dari sisi makro, peningkatan produksi ini berkontribusi langsung pada pengurangan impor minyak mentah dan peningkatan ketahanan energi nasional.

Dengan produksi Benuang dan Adera yang mencapai lebih dari 4.300 BOPD, kontribusinya tidak hanya dalam angka, tetapi juga dalam semangat kemandirian energi

Dari Minyak ke Masa Depan Hijau

Meski fokus pada produksi migas, Pertamina kini mulai menerapkan prinsip green drilling, operasi pengeboran yang minim limbah dan emisi.

Di Struktur Benuang, Desa Baturaja, lumpur bor dikelola dengan sistem sirkulasi tertutup, sementara gas buangan dikendalikan melalui flare control system.

Selain itu, bahan bakar rig dioptimalkan untuk menekan konsumsi solar. “Langkah kecil, tapi penting untuk menuju energi berkelanjutan,” kata Rizky.

Ke depan, Pertamina menargetkan integrasi sistem digitalisasi penuh: real-time monitoring, predictive maintenance, dan AI-based reservoir modeling. Tujuannya sederhana: efisiensi tinggi, emisi rendah, dan produktivitas maksimal.

Cahaya dari Lapangan Tua

Senja turun perlahan di Desa Baturaja. Cahaya keemasan menyelimuti rig masih berdiri gagah. Di kejauhan, suara mesin masih bergema tanda kehidupan energi yang tak pernah padam.

Para pekerja menutup hari dengan langkah lelah namun bangga. Di balik setiap tetes minyak yang mengalir dari Benuang, ada kerja keras, inovasi, dan cinta terhadap negeri.

Eksplorasi ini bukan hanya tentang produksi, tapi tentang keyakinan bahwa energi nasional bisa lahir dari desa, dari tanah yang mungkin tampak sunyi, tapi menyimpan harapan besar.

“Benuang bukan akhir,” ujar Ernez menatap matahari terbenam. “Ini awal dari babak baru energi Indonesia — dari Sumatera, untuk seluruh neger,” harapnya.

  • Lokasi: Desa Baturaja – Struktur Benuang, Kabupaten Muara Enim, Sumsel
  • Operator: Pertamina Hulu Rokan Zona 4 – PT Pertamina Drilling Services Indonesia
  • Produksi Gabungan: ±4.300 BOPD
  • Efisiensi Biaya: 15%
  • Teknologi: Walking Rig & Batch Drilling
  • HSSE: Zero LTA – Zero Incident
  • Pendekatan: Efisiensi, SDM Lokal, Green Operation

(rin)