Buktikan Cinta Nabi dengan Memakmurkan Masjid

  • Bagikan

Oleh Mohamad Mufid MPdI

(Ketua PD IKADI Kota Prabumulih Sumatera Selatan)

KEPERGIAN Rasul meninggalkan duka yang sangat mendalam, termasuk sahabat Bilal bin Rabbah. Semasa Rasul masih hidup, Bilal adalah salah satu sahabat yang setia menemani dakwahnya.

Bila waktu shalat fardhu tiba, beliaulah yang tampil mengumandangkan adzan dengan suara yang khas, merdu dan lantang. Namun ketika Baginda Rasul wafat, Bilal menyatakan bahwa dirinya tidak akan mengumandangkan adzan lagi.

Rasa duka nan pilu Bilal tidak dapat disembunyikan. Untuk mengobati rasa duka tersebut, Bilal memutuskan meninggalkan Kota Madinah dan bergabung bersama rombongan pasukan Fath Islamy yang berangkat menuju Syam. Kemudian Bilal bersama para pasukan tinggal di Homs, Syria.

Bilal bin Rabbah adalah seorang budak yang menjadi muallaf kemudian dimerdekakan oleh sayyidina Abu Bakar. Bilal diberikan anugerah oleh Allah dengan suara adzan yang merdu.

Siapa pun yang mendengar lantunan adzannya, hatinya pasti tersentuh, bergetar dan segera meninggalkan aktifitas pekerjaannya untuk menunaikan shalat fardhu berjama’ah.

*****

Sepeninggal Rasulullah, estafet kepemimpinan beralih ke Abu Bakar ash Shiddiq. Hampir setahun menjabat, beliau pun merasakan kerinduan kepada Rasulullah, sosok pemimpin yang bijaksana, tegas, santun, gagah dan berwibawa. Untuk mengobati kerinduannya, Abu Bakar mengutus salah seorang sahabat untuk menemui dan menjemput Bilal.

Tidak berselang lama, berangkatlah utusan Khalifah. Ketika sampai di Negeri Syam dan bertemu Bilal, delegasi Khalifah Abu Bakar  itu menyampaikan pesan kepada Bilal.

“Wahai Bilal, sesungguhnya aku diutus Khalifah untuk menjemput Anda. Beliau dan para penduduk Madinah rindu dengan suara adzan di masa Rasulullah. Sudilah kiranya Anda memenuhi permintaan Khalifah untuk mengobati kerinduan kepada Rasulullah.”

Dengan berat hati, Bilal menolak tawarannya dan berkata:

“Wahai sahabatku yang mulia, terima kasih atas undangannya. Sampaikan permohonan maafku karena tidak bisa memenuhi permintaan Khalifah. Cukup bagiku hanya menjadi muadzin Rasulullah saja. Sungguh Rasulullah telah tiada, maka sekarang aku bukan muadzin siapa-siapa lagi.”

Mendengar jawaban Bilal, delegasi Abu Bakar tersebut kemudian pulang dengan hati pilu. Setelah sampai di Madinah, Khalifah Abu Bakar mendengarkan laporan sang delegasi. Setelah menyimak dengan baik, Abu Bakar pun memahami bagaimana kesedihan yang dialami sahabat Bilal bin Rabbah. Khalifah yang berkuasa saat itu tidak bisa mendesak Bilal untuk mengumandangkan adzan.

*****

Bermimpi Rasulullah saw

Setelah bertahun-tahun lamanya Bilal tidak mengunjungi Madinah, pada suatu malam Rasulullah hadir dalam mimpi Bilal. Beliau memanggil Bilal, ‘Yaa Bilal, wamaa hadzal jafa?” (Wahai Bilal, mengapa engkau tidak mengunjungiku?)

Bilal pun terbangun. Pada pagi harinya ia bertekad untuk ziarah ke makam Rasulullah saw di Madinah. Dia tidak ingin menunda-nunda kepergiannya.

Dengan bekal seadanya, Bilal pun berangkat menyusuri padang pasir bermandikan cahaya matahari yang sangat menyengat.

Sesampainya di Madinah, Bilal segera menuju makam Rasulullah saw. Setelah sampai, Bilal tak kuasa menahan rindu   bersama Rasulullah saw. Air mata Bilal pun meleleh.

Ketika Bilal larut dalam kerinduannya mengunjungi makan Rasulullah, datanglah dua pemuda tampan menemuinya. Pemuda itu rupanya sudah tumbuh besar. Dialah Hasan dan Husien, cucu kesayangan Baginda Rasulullah saw.

Melihat kedatangan dua pemuda tersebut, air mata Bilal mengalir semakin deras. Mereka saling berpelukan melepas kerinduan. Pemandangan kesyahduan tersebut disaksikan langsung Umar bin Khattab yang saat itu menjabat sebagai Khalifah menggantikan Abu Bakar shiddiq. Khalifah Umar yang terkenal dengan sifat dan karakter yang tegas pemberani, saat itu juga tidak bisa membendung kesedihannya. Meneteslah air mata Umar.

Di tengah kesedihan tersebut, salah seorang cucu Rasulullah berkata kepada Bilal: ‘Wahai Paman, maukah engkau sekali saja mengumandangkan adzan untuk kami? Kami rindu dan ingin mengenang kakek kami. Jika paman mengumandangkan adzan, sungguh kerinduan kami terobati.’

Mendengar permintaan cucu Rasulullah saw, kali ini Bilal tidak bisa menolaknya. Ketika waktu sholat fardhu tiba, Bilal naik ke tempat dimana dahulu biasa mengumandangkan adzan. 

Saat lafadz Allahu Akbar dikumandangkan olehnya, seketika itu juga mendadak seluruh penduduk Madinah sunyi senyap. Semua aktifitas masyarakat penduduk Madinah terhenti, baik yang di pasar, di dalam rumah maupun di jalanan. Semua terkejut. Suara khas nan merdu yang telah bertahun-tahun hilang dan tidak terdengar lagi, kini suara itu hadir kembali menyapa penduduk Madinah. Suara adzan itu mengingatkan pada sosok kepemimpinan nan agung, Rasulullah saw. 

Ketika Bilal melanjutkan kumandang adzan dan sampai pada lafadz asyhadu an laa ilaaha illallaah, seluruh isi kota Madinah berlarian menuju sumber suara. Bahkan para gadis dalam pingitan pun keluar. Tidak terasa masjid Nabawi dipadati ratusan penduduk Madinah. Mereka mendengar suara adzan Bilal dengan seksama. Mereka tumpah ruah di halaman masjid. Ketika kumandang adzan Bilal sampai pada lafadz asyhadu anna Muhammadan Rasulullah’ para penduduk Madinah yang hadir, semuanya menangis.

Mereka teringat sosok Rasulullah saw yang telah mengantarkan mereka kepada kejayaan umat. Mereka teringat masa-masa indah bersama Rasulullah. Bilal sendiri pun tidak sanggup meneruskan adzannya. Lidahnya berubah kaku oleh air mata yang berderai tiada henti.

Sungguh hari itu, Kota Madinah telah mengenang masa-masa saat masih Rasulullah masih bersama di antara mereka. Kumandang suara adzan Bilal, seakan menjadi penawar kepada romantisme bersama Rasulullah. Namun sayang hari itu adalah adzan pertama dan terakhir bagi Bilal setelah Rasulullah wafat.

****

Renungan Kita

Sahabat… Kisah di atas memberikan pelajaran berharga kepada kita, bagaimana suara adzan yang dikumandangkan lima kali sehari, sejatinya memanggil kita untuk mengobati rasa rindu dengan Rasulullah saw.

Para muadzin dan orang yang berbondong-bondong memenuhi panggilan adzan dan menunaikan shalat fardhu, sejatinya adalah mereka yang meneruskan warisan berharga dari Rasulullah saw, yaitu shalat sebagai tiang agama.

Mudah-mudahan kisah ini memberikan inspirasi dan motivasi untuk memakmurkan masjid Allah dengan shalat berjama’aah di masjid.  Wallahu a’lam #DakwahBilQolam

  • Bagikan