Ada Kerinduan Pekerja Migas Kumpul Bersama Keluarga  

Teguh Budi, Safety Officer PHR Zona 4 mengawasi kegiatan Batch Drilling di Desa Baturaja, Rig PDSI#43.1. Foto : Rian/FS.COM

Dibalik Kesuksesan Eksplorasi Struktur Benuang Desa Baturaja, Inovasi Bacth Drilling

ANDRIAN PURJA-Prabumulih, FAJARSUMSEL.COM

Desa Baturaja di Kecamatan Empat Petulai Dangku, Kabupaten Muara Enim menjadi saksi bisu, proses panjang kegiatan ekplorasi migas guna memenuhi kebutuhan energi nasional.

Betapa tidak, kini tengah dilakukan ekplorasi lima sumur migas di Lapangan Struktur Benuang, menggunakan Rig PDSI#41.3 dikelola PT Pertamina EP Hulu Rokan (PHR) Regional 1 Zona 4 Field Adera.

Suksesnya, eksplorasi ini tidak terlepas inovasi dilakukan PHR Zona 4 Field Adera menggunakan metode Batch Drilling dan Walking Rig dalam memudahkan proses ekplorasi migas.

Keberhasilan dan kesuksesan tersebut, tidak terlepas kerja keras para pekerjanya rela meninggalkan keluarga demi mata pencaharian sebagai pekerja minyak dan gas (Migas) guna menafkahi keluarga.

Ada cerita tentunya, dari pekerja di Lapangan Struktur Benuang di Desa Baturaja, selama hampir 2 tahun melakukan kegiatan eksplorasi migas di lokasi tersebut. Demi menunjang kebutuhan energi nasional, bersumber dari migas di lingkungan PHR Zona 4.

Harapan Bangsa Ikut Menyala, Ketika Lampu Rig Menyala

Suara mesin mud pump berpadu dengan ritme alam. Di kejauhan, jangkrik masih bernyanyi, tapi di tengah padang tanah merah Desa Baturaja, malam tak pernah benar-benar sunyi. Rig pengeboran itu berdiri gagah, menara baja setinggi lebih dari 40 meter yang tak pernah tidur.

Setiap malam, cahaya putih dari lampu walking rig memantul ke langit, seperti mercusuar di tengah lautan kegelapan.

Bagi masyarakat sekitar, cahaya itu bukan sekadar penerang malam, melainkan simbol kebangkitan.

“Dulu kawasan sini sepi, cuma kebun karet saja,” kata Leo, warga Desa Baturaja. “Sekarang ramai. Ada mobil lewat, ada orang kerja, ekonomi hidup lagi. Kami bersyukur,” akunya.

Struktur Benuang memang menjadi magnet baru di Kabupaten Muara Enim. Sejak Pertamina Hulu Rokan (PHR) Zona 4 mulai melakukan eksplorasi dan pengembangan lapangan ini, geliat ekonomi setempat meningkat. Warung kopi bermunculan, rumah sewa penuh, dan anak-anak muda setempat ikut menjadi tenaga kerja pendukung.

Namun, di balik deru mesin dan semangat pembangunan, tersimpan kisah manusiawi tentang para pekerja migas yang menukar waktu bersama keluarga dengan dedikasi bagi negeri

Eksplorasi di Struktur Benuang menjadi tonggak penting bagi industri migas Indonesia. Untuk pertama kalinya di Sumatera, diterapkan metode Batch Drilling menggunakan walking rig, sebuah teknologi canggih yang memungkinkan rig berpindah lokasi secara otomatis tanpa harus dibongkar pasang.

Menurut Ernez Febrianto, Drilling Superintendent PHR Zona 4, inovasi ini mengubah cara kerja di lapangan secara drastis. “Biasanya, untuk pindah dari satu sumur ke sumur lain butuh waktu tiga sampai lima hari. Sekarang hanya satu jam,” jelasnya. “Selain efisiensi waktu, biaya operasional juga berkurang 10–15 persen per sumur,” tambahnya.

Dengan total kedalaman sumur mencapai 2.500 meter, proses pengeboran dilakukan secara bertahap dari diameter besar hingga kecil. Semua dikontrol menggunakan sistem digital yang memantau tekanan, getaran, hingga keamanan kerja. Pada kelima sumur dilakukan eksplorasi meliputi; sumur migas BNG-D16, BNG-D3, BNG-23T, BNG-D4, dan BNG-37T.

“Teknologinya memang mutakhir, tapi yang paling penting adalah sinergi antar tim,” tambah Ernez. “Mulai dari operator, teknisi, hingga dokter lapangan, semua punya peran vital,” akunya.

Batch Drilling tak hanya efisien, tapi juga lebih aman. Risiko human error menurun karena sistem terintegrasi secara real-time. “Ini masa depan pengeboran onshore Indonesia,” ujar Ernez penuh keyakinan.

Di Balik Helm dan Coverall,  Wajah Manusia Energi

Jika rig adalah jantung proyek, maka para pekerja adalah darah yang mengalir di dalamnya. Mereka datang dari berbagai daerah — Bekasi, Pangkalpinang, Balikpapan, Cepu, hingga Riau membawa semangat, keahlian, dan rindu yang sama: rindu keluarga.

Teguh Budi L: Dari Cepu ke Benuang

Sebagai HSSE Supervisor, Teguh menjadi penjaga keselamatan di lapangan. Setiap hari, ia memastikan ratusan prosedur diterapkan: mulai dari pemeriksaan gas, alat pelindung diri, hingga simulasi evakuasi darurat.

“Kerja di migas itu bukan soal kuat fisik saja. Tapi soal disiplin,” ujarnya.

Teguh sudah 15 tahun bekerja di sektor energi. Ia masih ingat ketika pertama kali meninggalkan anaknya yang baru berusia satu tahun. “Susah awalnya, tapi lama-lama terbiasa. Sekarang anak sudah sekolah, saya bangga bisa kasih contoh kerja keras,” katanya dengan mata berbinar.

Saat ditanya apa yang paling ia rindukan, Teguh tersenyum. “Sarapan bareng keluarga. Itu yang paling saya tunggu setiap kali pulang,” ceritanya.

Rheza Aditia, Sang Pengatur Irama Rig

Sebagai Rig Supervisor, Rheza seperti dirigen dalam orkestra besar. Ia memastikan semua komponen bekerja dalam harmoni — mulai dari operator, mekanik, teknisi listrik, hingga tim logistik.

“Kesalahan kecil bisa berdampak besar,” ujarnya tegas.

Ia bekerja dalam shift panjang, 12 jam nonstop, dengan suhu panas dan suara bising yang tak pernah berhenti. Tapi semangatnya tak luntur. “Kalau lihat sumur berhasil dibor sesuai target, rasanya semua lelah terbayar,” katanya.

Rheza mengaku, kerinduan pada keluarga adalah ujian mental tersulit. “Istri kadang kirim foto anak lagi sekolah. Saya lihat diam-diam, sambil senyum. Itulah bahan bakar semangat saya,” ucapnya lirih.

dr Faris Nafif, Sang Penjaga Kesehatan di Tengah Rig

Faris, satu-satunya dokter lapangan, berperan vital menjaga kesehatan para pekerja.

“Cuaca ekstrem, debu, dan jam kerja panjang bisa memicu banyak keluhan. Kami harus proaktif,” katanya.

Ia membuka klinik kecil di dekat mess, lengkap dengan obat dasar dan alat medis sederhana. “Pernah suatu malam ada pekerja jatuh dari tangga rig. Kami harus cepat tangani sebelum dirujuk ke rumah sakit.”

Faris juga sering menjadi tempat curhat para pekerja. “Kadang mereka datang bukan karena sakit fisik, tapi karena stres atau kangen rumah. Saya dengarkan saja. Itu bagian dari terapi,” ujarnya sambil tersenyum.

Benuang dan Jejak Panjang Sejarahnya

Lapangan Benuang sebenarnya bukan nama baru dalam peta migas Indonesia. Ditemukan sejak 1941 oleh perusahaan Belanda, lapangan ini sempat aktif pada masa awal kemerdekaan. Namun, seiring waktu, produksinya menurun dan kegiatan eksplorasi berhenti.

Baru pada era 2000-an, pemerintah melalui Pertamina mulai meninjau ulang potensi wilayah ini.

“Secara geologi, Benuang memiliki struktur yang menjanjikan,” jelas Rizky, Drilling Operation Engineer. “Lapisan batupasirnya stabil, dan indikasi hidrokarbon masih kuat,” bebernya.

Dengan penerapan teknologi modern seperti seismic 3D dan mud logging system, potensi minyak dan gas kembali terbuka. Kini, dengan produksi rata-rata 200 barel minyak per hari per sumur, Benuang menjadi salah satu tumpuan peningkatan produksi nasional di Sumatera Selatan.

Dampak Sosial dan Ekonomi, Desa yang Berdenyut Kembali

Keberadaan proyek eksplorasi di Benuang bukan hanya tentang sumur minyak, tapi juga tentang kehidupan. “Sekarang, banyak warga yang punya penghasilan tambahan,” ujar Fadli, pekerja lokal bagian katering. “Dulu saya bantu orang tua di kebun. Sekarang bisa kerja di sini, gaji tetap,” tukasnya.

Fadli, Pekerja Catering di Lokasi Batch Drilling Desa Baturaja tengah melayani pekerja migas

Selain menyerap tenaga kerja lokal, proyek ini juga memberi efek domino pada sektor UMKM. Warung makan, jasa transportasi, hingga laundry tumbuh pesat. Pemerintah desa pun bekerja sama dengan pihak perusahaan untuk perbaikan infrastruktur jalan dan fasilitas umum.

“Dulu jalan ke sini rusak parah. Sekarang sudah diaspal sebagian. Anak-anak sekolah jadi lebih mudah,” kata Kepala Desa Baturaja dengan bangga.

Antara Dedikasi dan Rindu

Malam menjelang di camp. Sebagian pekerja duduk di teras mess, bercanda sambil menikmati teh hangat. Di meja kecil, ponsel berjejer menampilkan wajah anak, istri, atau orang tua yang jauh di kampung.

Rheza tersenyum kecil saat video call tersambung. “Ayah kerja dulu ya, Nak. Belajar yang rajin,” ceritanya lirih.

Di belakangnya, suara mesin rig tetap berdengung, menandakan pekerjaan belum usai. “Kami sadar, tugas ini berat. Tapi kami bangga. Karena di balik setiap tetes minyak yang mengalir, ada doa dari keluarga,” kata Teguh.

Menjaga Api Semangat Energi Nasional

Desa Baturaja, merupakan salah satu Struktur Benuang dari puluhan struktur migas yang sedang dikembangkan di bawah pengelolaan PHR Zona 4. Namun, kisahnya merefleksikan semangat besar: mewujudkan kemandirian energi Indonesia.

“Kami ingin menunjukkan bahwa lapangan tua pun bisa kembali produktif dengan teknologi dan semangat kolaborasi,” ujar Ernez.

“Batch drilling ini bukan sekadar efisiensi. Ini simbol transformasi bahwa SDM Indonesia mampu bersaing dan berinovasi,” tambahnya,

Di tengah target ambisius pemerintah mencapai produksi 1 juta barel minyak per hari, kisah dari Benuang menjadi pembuktian nyata bahwa optimisme itu masih menyala.

Di Balik Rig, Ada Hati yang Tak Pernah Padam

Suatu malam, setelah shift berakhir, dr Faris duduk di bangku kayu dekat pos keamanan. Langit di atas rig bertabur bintang.

“Kadang saya pikir, kita semua ini seperti sumur. Di luar terlihat biasa, tapi di dalam menyimpan kekuatan besar,” katanya pelan.

Mungkin benar. Di balik helm, coverall, dan sepatu safety, para pekerja migas menyimpan cinta yang dalam — pada keluarga, pada profesi, dan pada negeri.

Dan ketika pagi datang, mereka kembali ke rig, menatap menara baja yang menjulang dengan kebanggaan. Karena di sana, di setiap dentuman mesin dan tetesan lumpur, mereka tahu: kerinduan boleh ada, tapi pengabdian tak boleh padam. (*)