BANTU : Lewat program CSR-nya, PT Perta Samtan Gas bantu Agrowisata Nanas Prabumulih raih penghargaan Proklim, Selasa. Foto : Ist/FAJARSUMSEL.COM
PRABUMULIH, FAJARSUMSEL.COM -Berkomitmen mendukung ekonomi sirkular di Prabumulih, baik melalui bank sampah, budidaya maggot, maupun pertanian organik berbasis pengelolaan limbah hasil pertanian.
Begini cara Perta Samtan Gas mewujudkan komitmen tersebut, seperti disampaikan Harry Maradona selaku External Relation Officer PT Perta-Samtan Gas dalam temu mitra binaan CSR di Kebun Agrowisata Nanas Kota Prabumulih, Selasa, 5 Februari 2024.
Menurutnya, program CSR perusahaannya memang tidak hanya fokus pada pemberdayaan ekonomi dan pemulihan lingkungan. Namun, beberapa program telah dilakukan berhasil mengantarkan wilayah binaan mendapat penghargaan tingkat nasional. Di antaranya penghargaan Kampung Iklim (Proklim) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia Desa Pangkul dan Kelurahan Gunung Ibul Barat.
”Sejak 2019, program CSR kita sudah mengarah ke pemberdayaan ekonomi melalui pengelolaan sampah. Di Desa Pangkul, kita membina anak-anak muda membangun bank sampah dan kegiatan pengomposan bahan organik mendukung pertanian sayur. Sebagaimana diketahui, Pangkul merupakan sayuran utama di Prabumulih. Di Kelurahan Gunung Ibul, kita mendukung penggiat budidaya maggot BSF dan cacing tanah mengatasi sampah di pemukiman,” papar Harry.
Memasuki 2024 ini, menurut Harry, perusahaan berencana memperluas wilayah binaan sekaligus menambah jumlah penerima manfaat program CSR. Terutama, wilayah kelurahan Karang Jaya memiliki potensi agrowisata nanas menggerakkan ekonomi sirkular pengolahan limbah hasil perkebunan buah ikonik Prabumulih ini.
”Sebagai contoh, limbah kulit nanas bisa diolah jadi pakan larva atau maggot BSF nantinya menghasilkan pakan ternak maupun kompos untuk mendukung pertanian nanas organik”.
Adaptasi Perubahan Iklim
Yayuk Suhartati, Kasi Kajian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Prabumulih, menyambut baik rencana kegiatan CSR perusahaan migas ini. Terutama terkait pengelolaan sampah menjadi problem serius untuk diatasi. Yayuk menyarankan agar kegiatan CSR PT Perta-Samtan Gas juga diarahkan pada aksi-aksi adaptasi maupun mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak. Di antarnya, pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycling), pemanfaatan pekarangan untuk ketahanan pangan, konservasi tanah dan air, hingga pertanian organik. “Demikian, daya lenting masyarakat terhadap perubahan iklim dapat diperkuat. Apalagi bagi masyarakat petani nanas pasti akan terpengaruh langsung akibat iklim berubah,” terang Yayuk.
”Perubahan iklim memang sangat dirasakan petani nanas di Prabumulih,” timpal S Antoni, Petani Inovatif Prabumulih penggerak agrowisata nanas. ”Ketika kemarau panjang, produksi nanas baik dalam jumlah, ukuran, maupun bobot mengalami penurunan signifikan. Otomatis pendapatan petani juga turun,” akunya.
Menurut Antoni, selain perubahan tata cara budidaya, banyak hal masih perlu dilakukan meningkatkan kesejahteraan petani nanas. Dukungan akses pasar, dukungan infrastruktur penunjang, juga perlu inovasi pada produk turunan, bahkan produk turunan berbahan limbah nanas.
”Kami pikir, bukan tidak mungkin nanti kulit nanas saat ini jadi limbah dari pembuatan kripik di sini, diolah lagi. Bisa budidaya maggot dan jadi pakan ikan atau ayam. Bisa juga sekalian memanfaatkan limbah produksi serat daun nanas dijadikan pakan sapi atau kambing,” bebernya.
Small is Beautiful
Selain limbah hasil pertanian nanas, permasalahan sampah domestik dari warga Kelurahan Karang Jaya turut disorot dalam pertemuan mitra binaan CSR Perta-Samtan.
Menurut Lurah Karang Jaya, Helton Armada, pihak kelurahan secara rutin telah melakukan gotong-royong pembersihan sampah timbul di tepi jalan umum. Meski telah dilakukan sosialisasi, edukasi, bahkan teguran, pembuangan sampah liar oleh sebagian warganya tetap terjadi.
Helton menyadari aksi gotong-royong pembersihan sampah saja, tidak cukup menyelesaikan masalah sampah di wilayah kelurahan yang ia pimpin. Di sisi lain, warganya memang kesulitan membuang sampah karena tidak ada fasilitas TPS serta wilayahnya berada di pinggiran kota dan tidak dilewati armada pengangkutan sampah milik pemerintah.
Syamsul Asinar Radjam, agroekolog dan pendiri Komunitas PrabumaGGot Indonesia berpendapat, belajar dari praktik-praktik baik berhasil dilakukan komunitas-komunitas pengolah sampah di Prabumulih, harus ada semacam Unit Pengolahan Sampah Terpadu di tingkat komunitas.
“Usaha-usaha mengentaskan masalah sampah berbasis komunitas ini dimulai dari skala kecil. Small is beautiful. Kecil itu indah. Terpenting keberlanjutan dalam jangka panjang. Nanti lama-lama akan membesar. Dengan syarat ada keterlibatan dari banyak pemangku kepentingan. Baik pemerintah, perusahaan, kalangan profesional, dan lainnya,” bebernya.
Akunya, pilihan aksinya juga disesuaikan potensi sumber daya lokal tersedia di tingkat lokal. Pilihan teknologinya juga sepraktis mungkin, semurah mungkin, tetapi efektif dalam mengubah masalah menjadi peluang. Tentu saja seberapa tebal modal sosial juga menjadi bahan pertimbangan.
”Hasil olahan sampah dari Unit Pengolahan Sampah Terpadu di kawasan agrowisata nanas Karang Jaya bisa saja bukan maggot BSF. Bisa saja ekstraksi enzym nanas, bisa produk makanan seperti nata de soya, atau langsung pakan ternak sapi dan kambing. Perlu diusahakan tenaga ahli dan teknologinya ada di Prabumulih, memudahkan proses adopsi teknologinya,” kata Syamsul di akhir acara diskusi. (rin/ril)